JAKARTA - WORLD News| "Mau jadi apa negara ini kalau kita diam ?" Inilah pertanyaan yang keluar dari Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, menanggapi pertanyaan seputar pelarangan kegiatan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi.
Sebuah diskusi virtual yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta nasional, Kamis, 31 Desember 2020, menghadirkan sejumlah narasumber untuk membahas keputusan pelarangan kegiatan FPI tersebut. Narasumber yang hadir adalah: Komjen Pol Agus Andiranto; ahli hukum dari Universitas Gaja Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar; dan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi.
Sebagai pemerhati masalah hukum, Zainal Arifin mempertanyakan pendekatan administrasi negara yang diambil pemerintah dalam pembubaran dan pelarangan aktivitas FPI, ketimbang mengambil pendekatan hak asasi manusia dan hukum pidana.
"Pendekatan administrasi negara itu, negara mengambil langkah hukum, lalu kemudian disediakan kemungkinan melakukan perlawanan secara hukum. Berbeda dengan pendekatan hak asasi manusia dan hukum pidana yang seharusnya penjatuhan sanksi pembubaran dan lain sebagainya itu harus mennggunakan putusan pengadilan," terang Zainal Arifin.
Selain itu, dia juga mempertanyakan apakah pelanggaran hukum, yang disebutkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat tertinggi kementerian/lemabaga sebagi dasara pelarangan tersebut, yang dilakukan oleh FPI sifatnya person per person (oknum) atau organisasi. "Kalau person per person itu masuknya pidana biasa," katanya.
Sementara itu, Burhanuddin Muhtadi melihat pelarangan aktivitas FPI ini cenderung bernuansa politis. Dia pun meragukan apakah langkah pelarangan yang diambil pemerintah ini akan berjalan efektif. Karena menurutnya, pelarangan tersebut justru akan mendorong anggota dan simpatisan FPI merapatkan barisan dengan mencoba membuat organisasi lain atau bahkan mungkin membuat gerakan bawah tanah yang akan sulit dikontrol pemerintah.
"Karena ideologi tidak bisa dibubarkan. Justru berbahaya jika FPI dibubarkan," kata Burhanuddin Muhtadi, seraya menambahkan pemerintah harus menjelaskan kenapa baru sekarang FPI dilarang, padahal sejak 20 Juni 2019 masa berlaku izinnya telah habis.
Sembari mengakui tidak punya kapasitas menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan, Kabaharakam Polri menjelaskan setiap organisasi kemasyarakatan, baik terdaftar atau tidak, harus mendasarkan setiap kegiatannya pada aturan hukum yang berlaku.
"Kebebasan masyarakat membuat organisasi kemasyarakatan, kebebasan masyarakat untuk berkumpul, tentunya ada aturan-aturan yang juga harus mereka taati, silakan-silakan saja, sepanjang mereka tidak melanggar hukum, sepanjang mereka tidak mengganggu ketertiban umum, sepanjang mereka tidak mengganggu keamanan, ya, silakan-silakan saja. Sepanjang orientasi mereka baik, memberikan kontribusi kepada pembangunan nasional dan memberikan kontribusi yang baik kepada masyarakat, ikut menajaga negara ini, tentunya tidak akan mungkin kita lakukan tindakan-tindakan penegakan hukum," katanya.
Terkait kemungkinan muncul organisasi lain yang lebih berbahaya, Komjen Pol Agus Andrianto menjelaskan bahwa semua aparat yang mempunyai kaitan dengan unsur keamanan memiliki tanggung jawab untuk melakukan langkah-langkah antisipasi.
"Kita sebagai aparat negara tentunya harus segera melakukan langkah-langkah termasuk langkah-langkah antisipasi perkembangan dinamika situasi di lapangan," katanya.
Sementara itu, terkait pelanggaran hukum yang dilakukan anggota FPI, Komjen Pol Agus Andrianto mencatat ada sedikitnya 94 kasus laporan polisi yang sudah ditangani, kemudian 199 tersangka yang melibatkan anggota FPI dalam proses penanganan oleh kepolisian, dan indikasi 35 anggota FPI terlibat organisasi teroris.
"Kemudian, kalau kita melihat jejak digital, mereka kan selalu melakukan kegiatannya dengan menggunakan simbol-simbol, lambang-lambang, bendera-bendera yang menjadi ciri khas daripada organisasi tersebut," terangnya.
Apalagi, merujuk pada video orasi pimpinan yang disebut Imam Besar FPI, Muhammad Rizieq Shihab (Habib Rizieq), terdengar jelas pernyataan kesiapan FPI melawan setiap yang dianggap musuh dengan apa saja, baik itu senjata api, amunisi, maupun bahan peledak.
"Artinya bahwa kalau mereka punya senjata api, punya amunisi, punya bahan peledak, terus kita mau diam saja? Mau jadi apa negara ini kalau kita diam?" kata Komjen Pol Agus Andrianto.
Sumber : Abink Staf Kabaharkam
Laporan : Rud